Ini cuma lagi iseng aja ... Terus coba2 bikin cerpen... Uhh maapkeun kalau belum bisa menghibur yak hehe..
Selamat membaca.. Dan ini fiktif belaka.. Kalau ada kesamaan nama tempat dll.. Itu tanpa unsur kesengajaan 🙏
PUING PENYESALAN
Oleh
Lisna Cahyani
Namaku Diandra, anak pertama dari dua bersaudara. Adik laki-lakiku bernama Dion. Menurut para tetangga adikku adalah anak yang lucu dan baik. Kulitnya yang bersih serta kelincahannya membuat Dion semakin diidolakan oleh para tetangga. Namun inilah yang membuatku merasa semakin membencinya. Betapa tidak, dia membuatku merasa bahwa orangtuaku tidak menyayangiku lagi. Semua waktu, perhatian dan kasih sayang tercurah padanya seorang. Sejak kelahirannya, aku sering mendapat omelan dari mama atau papaku. Bahkan tidak jarang papa berbicara dengan nada tinggi.
Hari terus berlalu adikku mulai meninggalkan masa bayinya. Dia sudah mulai bisa berjalan, berlari dan bersepeda. Melihat banyaknya mainannya, sepeda baru yang dia dapatkan membuatku semakin iri dan membencinya. Seperti biasanya, orang tuaku harus pergi bekerja setiap hari. Berangkat pagi dan akan kembali pada sore hari. Dirumah hanya ada aku dan bibiku menjaga adik. Saat itu Dion duduk sambil makan semangkuk sup kesukaannya disampingku yang sedang mengerjakan PR sekolah. Dan dengan tidak sengaja sup yang ada dihadapannya tumpah dan membasahi buku PR ku. Akupun histeris dan membentaknya “Heh! Kamu bisa makan enggak sih! Lihat, bukuku basah. Makanya yang bener kalau makan.” Dengan reflek aku mencubit pahanya. Diapun menangis dan meminta maaf padaku. “Maafkan Dion kak, Dion tidak sengaja..” tuturnya sambil terus menangis. “huuhh…!” aku menggerutu lalu pergi kekamarku. Aku yang sedang kesal bergegas menuju kamar lalu menutup pintu kamar dengan kasar kemudian menyalin tugasku dengan buku lain. Sayup-sayup terdengar bibi menenangkan adikku, “sudah-sudah den… Mana yang sakit, bibi tiupin ya.. ffuhhh fuhh..”. adikku perlahan berhenti menangis.
Setelah selesai mengerjakan tugas, aku keluar kamar untuk mengambil segelas jus didapur dan melintasi kamar adikku. Kulihat dia tertidur pulas dengan bekas airmata tergambar dipipinya. “Dasar anak nakal. Bikin aku kerja dua kali!” kataku lirih seraya melenggang pergi kedapur, kuambil jus alpukat kesukaanku yang telah tersedia dalam kulkas lalu kembali kekamarku. Sesampainya dikamar kembali kunikmati jus alpukat itu untuk menemani buku yang ku baca hingga aku terlelap diranjang kamarku.
Sayup-sayup terdengar sebuah tangisan yang sangat menggangguku. Kututup telingaku dengan bantal berusaha mengusir suara khas yang sudah kukenal itu. Sebuah tangisan dari seorang yang aku benci, adikku. Tak lama kemudian pintu kamarku diketuk dari luar. “Diandra sayang, buka pintunya Nak..” kudengar suara mama lembut. Dengan agak malas aku bangkit dan membuka pintu. “Mama sudah pulang? Tumben mama pulang cepat?” tanyaku sambil mengucek mata merahku karena baru saja bangun dari tidur siangku. “Oh sayang, ini sudah sore.” Tutur mama menerangkan. Kulirik jam dinding disamping pintu kamar menunjukkan pukul 16.45 WIB. “Oh, Dian kira masih siang..” jawabku seraya menguap. “Nak, adikmu ingin minta dimandikan sama kamu..” lanjut mama. Seketika kantukku hilang. Rasa kesal dan benci itu kembali menyeruak. Tetapi karena tidak ingin melawan pada mama akhirnya aku mengangguk tanda setuju. “Anak mama manis, pinter.. ya sudah, mama mau kekamar dulu ya sayang. Mama istirahat sebentar..” ujar mamaku lalu menuju kamar. Aku menuju kamar adikku dan mendapatinya tengah bermain dengan cat air miliknya. “Sudah! Ayo mandi. Kamu pengen dimandiin aku kan? Sini!” kataku ketus padanya yang tengah asik mewarnai buku gambarnya. Melihatnya tak bergeming dari buku gambarnya, aku merasa geram. Aku bergegas memegang lengannya dan membentaknya, “Kamu denger orang ngomong enggak, hah?! Tadi saya masih tidur kamu bilang minta dimandiin aku. Bediri!” nadaku semakin meninggi namun tetap kulirihkan agar tak terdengar mama. “Sebentar kak, Dion belum selesai…..” katanya berusaha menjelaskan tetapi kemudian terpotong karena aku segera mencengkram lengannya lalu kubedirikan dia. Kulucuti seluruh pakaiannya lalu kugeret dia agar berjalan kekamar mandi. Namun sialnya ia malah menangis. Aku berusaha menenangkannya namun tak kunjung diam. Kututup mulutnya dengan telapak tanganku. Bahkan kucubit dia lalu aku coba mengancamnya “Diam! Kalau tidak diam aku pukul kau pakai gayung ini. Diam!” Sepertinya itu membuatnya takut dan ia diam terisak-isak mendalam. Entah seperti apa kerasnya hatiku hingga bukannya kasihan aku malah semakin benci saja padanya. Dengan kasar aku menyiramkan air padanya, menyabuninya dan memberikan shampo padanya. Karena tidak hati-hati sepertinya busa sampho dirambut adikku masuk kemata adikku. Dia mulai menangis lagi dan merengek “Kak, mata Dion pedih..” katanya sambil mengucek matanya. Aku yang tengah diliputi benci sengaja membiarkannya dengan dalih agar dia tau rasa. “sabar! Tahan aja kenapa. Cuma busa doang.” jawabku menanggapi rintihan adikku. Dengan santai aku menyelesaikan mandinya. Setelah itu aku lilitkan handk dibadannya. Naumn dia masih terus menangis lirih dan merengek “Kak, mata Dion pedih..”. Lalu ku remas lengannya dan kukatakan “Heh! Kamu gak usah manja! Nanti juga sembuh. Ribet amat jadi anak.” seraya memakaikan pakaiannya. Setelah itu kutinggalkan dia dengan rintihan pedih matanya tanpa rasa peduli. Aku melenggang kekamarku untuk mandi.
Malam pun tiba, bibi memanggilku turun untuk makan malam bersama. Sesampainya dibawah, mama dan papa sudah menunggu. “Hai sayang..” sapa papaku lalu kucium tangannya dan papa mencium keningku. “Hai pa, baru pulang ya.” kataku datar. Papa tersenyum dan mengatakan “Sudah lumayan dari tadi, papa sudah mandi kok, hanya saja tadi sepertinya kamu sdang mandi jadi papa tidak kekamarmu.” Papa menjelaskan. Aku mengangguk. Menyadari adikku belum turun, mama menyela “Loh.. adikmu kenapa tidak diajak turun? Yasudah, mama panggil adikmu dulu ya sayang.” Kata mama kepadaku yang hanya kurespon dengan simpul senyum yang tumpul. Mama keatas menuju kamar adikku. Tidak lama kemudian terdengar teriakan mama histeris, “DION!!!!!” teriakan itu mengagetkan kami yang berada dimeja makan. Papa reflek berlari kekamar Dion “Ada apa ma?” lalu kuikuti berlari. Entah mengapa akupun ikut reflek ingin mengetahui apa yang terjadi dengan Dion. Sesampainya dikamar alangkah terkejutnya kami semua melihat adikku yang terus menangis lirih tersedu dengan mata yang merah membengkak. “Mama.. sakit ma.. Dion enggak bisa buka mata ma…” Dion menangis lirih. Papa, mama dan bibi panik. Seketika Dion dilarikan kerumah sakit. “Diandra dirumah aja ma. Kasian bibi enggak ada temennya.” Kataku singkat. “yasudah, baik-baik dirumah ya sayang. Mama papa antar adikmu dulu ya.” Kata mama sebelum akhirnya mobil melesat kerumah sakit. Seperginya mereka aku merasa ingat sesuatu, hatiku bertanya-tanya. Apa yang kulakukan? Apa yang terjadi? Apakah ini karenaku? Matanya? Oh, betapa jahatnya aku? Aku menusuri seluruh ruangan kamar adikku itu. Diatas meja masih ada selembar kertas yang ia warnai tadi sore. Alangkah kaget hatiku, kulihat dan kubaca apa yang ada dikertas itu. Dikertas itu tergambar dua manusia laki-laki dan perempuan, lalu dituliskan “Aku sayang Kak Diandra”. Hatiku bagai di sambar halilintar. Tanganku gemetar memegang kertas itu. Gejolak hatiku membuat aku mengis sejadi-jadinya. Tergambar semua bagaimana selama ini aku menyakiti adikku sendiri. Aku jahat padanya. Namun dia tetap menyayangi aku. Tak ragu lagi sku berlari kekamar mama lalu kuraih kontak mobil mama diatas meja. Tergesa-gesa aku memanggil supirku memintanya mengantarku ke rumah sakit dimana adikku dibawa.
Sesampainya dirumah sakit, ku telpon mama menanyakan ruangan dimana adikku dirawat. Diruangan kudapati adikku tengah terlelap. “Ma..” Mama menoleh kearahku, lalu memelukku. “Sayang, adikmu..” mama tak melanjutkan kata-katanya karena tak sanggup menahan tangis. “Ma, ada apa?” kataku penasaran. Akhirnya papa yang menjelaskan semuanya. Adikku mengalami kebutaan pada kedua bla matanya. Untuk kedua kalinya hatiku bagai teriris halilintar. Ini salahku. Ini karena kejahatanku. Aku langsung memeluk tubuh adikku yang tak berdaya itu. Mama dengan tetap menangis coba menenangkanku. Hatiku beribu kali mengucap maaf. Namun tak kuasa aku menceritakan semua yang terjadi sore tadi. Akhirnya kami tidur dirumah sakit hingga pagi.
Pagi itu kurasakan kepalaku dibelai oleh mama, “Sayang, kamu pulang dulu gih. Nanti kita gentian.”. Aku yang masih merasa bersalah, enggan meninggalkan ruangan itu. Akhirnya mama dan papa pulang kerumah sedangkan aku menjaga Dion. Beberapa jam setelah papa dan mama pergi, handphone ku bordering. “Ya ma..” kataku menerima telpon dari mama. “Kamu mau dibawakan jus apa sayang?” tanya mama. :Tidak perlu repot-repot, Ma.” Jawabku singkat. “Yasudah, mama jalan dulu ya, papamu barusan ditelpon klien ada rapat penting sekarang.” Kata mama. “Iya ma, hati-hati ya.” Pesanku. Telpon terputus. Kembali kutatap wajah adikku, sayup-sayup ia mulai terbangun. “Ma…” ucap adikku mengawali sadarnya. “Sayang..” kataku gemetar lalu lebih mendekat. “Kak Diandra, kenapa gelap sekali disini? Dion lagi dimana? Kak Dian matiin lampu ya?” ucapnya polos. Aku tak mampu berkata-kata. Tangisku semakin pecah namun kutahan lalu kupeluk dia. Tak lama kemudian seorang suster masuk. “saudari Diandra, kami baru saja dapat pendonor mata yang cocok untuk adik anda.” Ujarnya. “Oh begitu, Alhamdulillah… Tunggu mama dan papa saya dulu ya sus..” pintaku. “Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dikahawatirkan stok habis lagi.” Jawab suster itu. Tak lama kemudian papa masuk dengan wajah kusut. Akhirnya aku dan papa menyetujui operasi mata adikku tanpa menunggu mamaku.
Operasi selesai berjalan lancar. Aku dan papa merasa lega. Tinggal menunggu hasilnya. Seketika aku melirik jam tanganku lalu bertanya pada papa, “Pa, mama kok belum sampai? Tadi katanya sudah jalan…” tanpa berkata papaku menangis dan menyodorkan secarik kertas bertuliskan:
Diandra sayang, maafkan mama tidak bisa menemani adikmu operasi mata. Sayang, dijalan mama memikirkan pertengkaran kalian dikamar mandi sore itu hingga akhirnya mama menabrak mobil besar dihadapan mama. Maafkan mama saat ini tidak bisa memelukmu lagi, tapi jangan khawatir, jika kau rindu lihatlah mama dalam mata adikmu. Mama menyayangi kalian. Tidak ada yang mama bedakan. Diandra sayang, mulai sekarang sayangilah adikmu jangan lagi kasar padanya ya. Diandra kan putri mama yang paling cantik dan cerdas. Jaga adikmu ya, jaga papa juga ya. Mama pasti akan rindusekali dengan kalian. Jangan coba-coba bandel lagi ya sayang, mama lihat dari atas sana. Mama tunggu disurga ya sayang. jadilah anak soleh dan soleha. Mama menyayangi kalian. Love you Dian dan Dion.
“Mama kecelakaan dan mendonorkan matanya untuk Dion Nak,” ujar pap menjelaskan. Saat itu aku menangis sejadi-jadinya. Aku histeris. Beribu bahkan berjuta penyesalan yang tak mungkin bisa kutebus menyeruak dihati. Jika saja diberi kesempatan lagi tak kan kulakukan hal seperti ini. Sejak saat itu aku sangat menyayangi adikku. Kuarasakan hadir bu dimata adikku. Maafkan aku, Mama. Akan kubuktikan bahwa aku akan menjadi anak baik walau aku tak mampu menyingkirkan puing-puing penyesalan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar