Sabtu, 20 Mei 2017

Belajar nulis cerpen

Ini cuma lagi iseng aja ... Terus coba2 bikin cerpen... Uhh maapkeun kalau belum bisa menghibur yak hehe..
Selamat membaca.. Dan ini fiktif belaka.. Kalau ada kesamaan nama tempat dll.. Itu tanpa unsur kesengajaan 🙏

PUING PENYESALAN
Oleh
Lisna Cahyani

    Namaku Diandra, anak pertama dari dua bersaudara. Adik laki-lakiku bernama Dion. Menurut para tetangga adikku adalah anak yang lucu dan baik. Kulitnya yang bersih serta kelincahannya membuat Dion semakin diidolakan oleh para tetangga. Namun inilah yang membuatku merasa semakin membencinya. Betapa tidak, dia membuatku merasa bahwa orangtuaku tidak menyayangiku lagi. Semua waktu, perhatian dan kasih sayang tercurah padanya seorang. Sejak kelahirannya, aku sering mendapat omelan dari mama atau papaku. Bahkan tidak jarang papa berbicara dengan nada tinggi.
Hari terus berlalu adikku mulai meninggalkan masa bayinya. Dia sudah mulai bisa berjalan, berlari dan bersepeda. Melihat banyaknya mainannya, sepeda baru yang dia dapatkan membuatku semakin iri dan membencinya. Seperti biasanya, orang tuaku harus pergi bekerja setiap hari. Berangkat pagi dan akan kembali pada sore hari. Dirumah hanya ada aku dan bibiku menjaga adik. Saat itu Dion duduk sambil makan semangkuk sup kesukaannya disampingku yang sedang mengerjakan PR sekolah.  Dan dengan tidak sengaja sup yang ada dihadapannya tumpah dan membasahi buku PR ku. Akupun histeris dan membentaknya “Heh! Kamu bisa makan enggak sih! Lihat, bukuku basah. Makanya yang bener kalau makan.”  Dengan reflek aku mencubit pahanya. Diapun menangis dan meminta maaf padaku. “Maafkan Dion kak, Dion tidak sengaja..” tuturnya sambil terus menangis. “huuhh…!” aku menggerutu lalu pergi kekamarku. Aku yang sedang kesal bergegas menuju kamar lalu menutup pintu kamar dengan kasar kemudian menyalin tugasku dengan buku lain. Sayup-sayup terdengar bibi menenangkan adikku, “sudah-sudah den… Mana yang sakit, bibi tiupin ya.. ffuhhh fuhh..”. adikku perlahan berhenti menangis.
Setelah selesai mengerjakan tugas, aku keluar kamar untuk mengambil segelas jus didapur dan melintasi kamar adikku. Kulihat dia tertidur pulas dengan bekas airmata tergambar dipipinya. “Dasar anak nakal. Bikin aku kerja dua kali!” kataku lirih seraya melenggang pergi kedapur, kuambil jus alpukat kesukaanku yang telah tersedia dalam kulkas lalu kembali kekamarku. Sesampainya dikamar kembali kunikmati jus alpukat itu untuk menemani buku yang ku baca hingga aku terlelap diranjang kamarku.
Sayup-sayup terdengar sebuah tangisan yang sangat menggangguku. Kututup telingaku dengan bantal berusaha mengusir suara khas yang sudah kukenal itu. Sebuah tangisan dari seorang yang aku benci, adikku. Tak lama kemudian pintu kamarku diketuk dari luar. “Diandra sayang, buka pintunya Nak..” kudengar suara mama lembut. Dengan agak malas aku bangkit dan membuka pintu. “Mama sudah pulang? Tumben mama pulang cepat?” tanyaku sambil mengucek mata merahku karena baru saja bangun dari tidur siangku. “Oh sayang, ini sudah sore.” Tutur mama menerangkan. Kulirik jam dinding disamping pintu kamar menunjukkan pukul 16.45 WIB. “Oh, Dian kira masih siang..” jawabku seraya menguap. “Nak, adikmu ingin minta dimandikan sama kamu..” lanjut mama. Seketika kantukku hilang. Rasa kesal dan benci itu kembali menyeruak. Tetapi karena tidak ingin melawan pada mama akhirnya aku mengangguk tanda setuju. “Anak mama manis, pinter.. ya sudah, mama mau kekamar dulu ya sayang. Mama istirahat sebentar..” ujar mamaku lalu menuju kamar. Aku menuju kamar adikku dan mendapatinya tengah bermain dengan cat air miliknya. “Sudah! Ayo mandi. Kamu pengen dimandiin aku kan? Sini!” kataku ketus padanya yang tengah asik mewarnai buku gambarnya. Melihatnya tak bergeming dari buku gambarnya, aku merasa geram. Aku bergegas memegang lengannya dan membentaknya, “Kamu denger orang ngomong enggak, hah?! Tadi saya masih tidur kamu bilang minta dimandiin aku. Bediri!” nadaku semakin meninggi namun tetap kulirihkan agar tak terdengar mama. “Sebentar kak, Dion belum selesai…..” katanya berusaha menjelaskan tetapi kemudian terpotong karena aku segera mencengkram lengannya lalu kubedirikan dia. Kulucuti seluruh pakaiannya lalu kugeret dia agar berjalan kekamar mandi. Namun sialnya ia malah menangis. Aku berusaha menenangkannya namun tak kunjung diam. Kututup mulutnya dengan telapak tanganku. Bahkan kucubit dia lalu aku coba mengancamnya “Diam! Kalau tidak diam aku pukul kau pakai gayung ini. Diam!” Sepertinya itu membuatnya takut dan ia diam terisak-isak mendalam. Entah seperti apa kerasnya hatiku hingga bukannya kasihan aku malah semakin benci saja padanya. Dengan kasar aku menyiramkan air padanya, menyabuninya dan memberikan shampo padanya. Karena tidak hati-hati sepertinya busa sampho dirambut adikku masuk kemata adikku. Dia mulai menangis lagi dan merengek “Kak, mata Dion pedih..” katanya sambil mengucek matanya. Aku yang tengah diliputi benci sengaja membiarkannya dengan dalih agar dia tau rasa. “sabar! Tahan aja kenapa. Cuma busa doang.” jawabku menanggapi rintihan adikku. Dengan santai aku menyelesaikan mandinya. Setelah itu aku lilitkan handk dibadannya. Naumn dia masih terus menangis lirih dan merengek “Kak, mata Dion pedih..”. Lalu ku remas lengannya dan kukatakan “Heh! Kamu gak usah manja! Nanti juga sembuh. Ribet amat jadi anak.” seraya memakaikan pakaiannya. Setelah itu kutinggalkan dia dengan rintihan pedih matanya tanpa rasa peduli. Aku melenggang kekamarku untuk mandi.
Malam pun tiba, bibi memanggilku turun untuk makan malam bersama. Sesampainya dibawah, mama dan papa sudah menunggu. “Hai sayang..” sapa papaku lalu kucium tangannya dan papa mencium keningku. “Hai pa, baru pulang ya.” kataku datar. Papa tersenyum dan mengatakan “Sudah lumayan dari tadi, papa sudah mandi kok, hanya saja tadi sepertinya kamu sdang mandi jadi papa tidak kekamarmu.” Papa menjelaskan. Aku mengangguk. Menyadari adikku belum turun, mama menyela “Loh.. adikmu kenapa tidak diajak turun? Yasudah, mama panggil adikmu dulu ya sayang.” Kata mama kepadaku yang hanya kurespon dengan simpul senyum yang tumpul. Mama keatas menuju kamar adikku. Tidak lama kemudian terdengar teriakan mama histeris, “DION!!!!!” teriakan itu mengagetkan kami yang berada dimeja makan. Papa reflek berlari kekamar Dion “Ada apa ma?” lalu kuikuti berlari. Entah mengapa akupun ikut reflek ingin mengetahui apa yang terjadi dengan Dion. Sesampainya dikamar alangkah terkejutnya kami semua melihat adikku yang terus menangis lirih tersedu dengan mata yang merah membengkak. “Mama.. sakit ma.. Dion enggak bisa buka mata ma…” Dion menangis lirih. Papa, mama dan bibi panik. Seketika Dion dilarikan kerumah sakit. “Diandra dirumah aja ma. Kasian bibi enggak ada temennya.” Kataku singkat. “yasudah, baik-baik dirumah ya sayang. Mama papa antar adikmu dulu ya.” Kata mama sebelum akhirnya mobil melesat kerumah sakit. Seperginya mereka aku merasa ingat sesuatu, hatiku bertanya-tanya. Apa yang kulakukan? Apa yang terjadi? Apakah ini karenaku? Matanya? Oh, betapa jahatnya aku? Aku menusuri seluruh ruangan kamar adikku itu. Diatas meja masih ada selembar kertas yang ia warnai tadi sore. Alangkah kaget hatiku, kulihat dan kubaca apa yang ada dikertas itu. Dikertas itu tergambar dua manusia laki-laki dan perempuan, lalu dituliskan “Aku sayang Kak Diandra”. Hatiku bagai di sambar halilintar. Tanganku gemetar memegang kertas itu. Gejolak hatiku membuat aku mengis sejadi-jadinya. Tergambar semua bagaimana selama ini aku menyakiti adikku sendiri. Aku jahat padanya. Namun dia tetap menyayangi aku. Tak ragu lagi sku berlari kekamar mama lalu kuraih kontak mobil mama diatas meja. Tergesa-gesa aku memanggil supirku memintanya mengantarku ke rumah sakit dimana adikku dibawa.
Sesampainya dirumah sakit, ku telpon mama menanyakan ruangan dimana adikku dirawat. Diruangan kudapati adikku tengah terlelap. “Ma..” Mama menoleh kearahku, lalu memelukku. “Sayang, adikmu..” mama tak melanjutkan kata-katanya karena tak sanggup menahan tangis. “Ma, ada apa?” kataku penasaran. Akhirnya papa yang menjelaskan semuanya. Adikku mengalami kebutaan pada kedua bla matanya. Untuk kedua kalinya hatiku bagai teriris halilintar. Ini salahku. Ini karena kejahatanku. Aku langsung memeluk tubuh adikku yang tak berdaya itu. Mama dengan tetap menangis coba menenangkanku. Hatiku beribu kali mengucap maaf. Namun tak kuasa aku menceritakan semua yang terjadi sore tadi. Akhirnya kami tidur dirumah sakit hingga pagi.
Pagi itu kurasakan kepalaku dibelai oleh mama, “Sayang, kamu pulang dulu gih. Nanti kita gentian.”. Aku yang masih merasa bersalah, enggan meninggalkan ruangan itu. Akhirnya mama dan papa pulang kerumah sedangkan aku menjaga Dion. Beberapa jam setelah papa dan mama pergi, handphone ku bordering. “Ya ma..” kataku menerima telpon dari mama. “Kamu mau dibawakan jus apa sayang?” tanya mama. :Tidak perlu repot-repot, Ma.” Jawabku singkat. “Yasudah, mama jalan dulu ya, papamu barusan ditelpon klien ada rapat penting sekarang.” Kata mama. “Iya ma, hati-hati ya.” Pesanku. Telpon terputus. Kembali kutatap wajah adikku, sayup-sayup ia mulai terbangun. “Ma…” ucap adikku mengawali sadarnya. “Sayang..” kataku gemetar lalu lebih mendekat. “Kak Diandra, kenapa gelap sekali disini? Dion lagi dimana? Kak Dian matiin lampu ya?” ucapnya polos. Aku tak mampu berkata-kata. Tangisku semakin pecah namun kutahan lalu kupeluk dia. Tak lama kemudian seorang suster masuk. “saudari Diandra, kami baru saja dapat pendonor mata yang cocok untuk adik anda.” Ujarnya. “Oh begitu, Alhamdulillah… Tunggu mama dan papa saya dulu ya sus..” pintaku. “Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dikahawatirkan stok habis lagi.” Jawab suster itu. Tak lama kemudian papa masuk dengan wajah kusut. Akhirnya aku dan papa menyetujui operasi mata adikku tanpa menunggu mamaku.
Operasi selesai berjalan lancar. Aku dan papa merasa lega. Tinggal menunggu hasilnya. Seketika aku melirik jam tanganku lalu bertanya pada papa, “Pa, mama kok belum sampai? Tadi katanya sudah jalan…” tanpa berkata papaku menangis dan menyodorkan secarik kertas bertuliskan:
Diandra sayang, maafkan mama tidak bisa menemani adikmu operasi mata. Sayang, dijalan mama memikirkan pertengkaran kalian dikamar mandi sore itu hingga akhirnya mama menabrak mobil besar dihadapan mama. Maafkan mama saat ini tidak bisa memelukmu lagi, tapi jangan khawatir, jika kau rindu lihatlah mama dalam mata adikmu. Mama menyayangi kalian. Tidak ada yang mama bedakan. Diandra sayang, mulai sekarang sayangilah adikmu jangan lagi kasar padanya ya. Diandra kan putri mama yang paling cantik dan cerdas. Jaga adikmu ya, jaga papa juga ya. Mama pasti akan rindusekali dengan kalian. Jangan coba-coba bandel lagi ya sayang, mama lihat dari atas sana. Mama tunggu disurga ya sayang. jadilah anak soleh dan soleha. Mama menyayangi kalian. Love you Dian dan Dion.
“Mama kecelakaan dan mendonorkan matanya untuk Dion Nak,” ujar pap menjelaskan. Saat itu aku menangis sejadi-jadinya. Aku histeris. Beribu bahkan berjuta penyesalan  yang tak mungkin bisa kutebus menyeruak dihati. Jika saja diberi kesempatan lagi tak kan kulakukan hal seperti ini. Sejak saat itu aku sangat menyayangi adikku. Kuarasakan hadir bu dimata adikku. Maafkan aku, Mama. Akan kubuktikan bahwa aku akan menjadi anak baik walau aku tak mampu menyingkirkan puing-puing penyesalan ini.

Jumat, 19 Mei 2017

Review Nama

Hehe.. Ada ada saja ya judulnya review nama. Iya, ditulisan ini aku akan menuliskan tentang namaku. Aku mau ceritakan tentang namaku. Karena ada beberapa yang tanya kenapa nama blog dan nama sosmednya enggak sama.

Oke ...
Dimulai dari waktu aku lahir..
Hehe... Katanya sih, dulu pas aku lahir memang seharusnya namaku adalah nabila cahyani. Tetapi entah kenapa aku gak pernah tau. Dan aku menyandang nama lisna cahyani diseluruh data hidupku.
Akteku, ijazahku, KTP ku.. sertifikat dan semuanya. Termasuk sosmedku.

Ah tapi waktu terus berlalu.. Seolah dia mau ngasih tau ke aku tentang suatu kebenaran... Kebenaran bahwa selama ini aku seharusnya tidak dipanggil lisna.. Bukan lisna. Tapi.. NABILA.

akhirnya entah kenapa.. Seolah-olah seperti hukuman gitu karena mengabaikan nama nabila.. Hehe..
Dari mulai masuk SMK, aku mulai seperti sakit. Trusss diakhir akhir kelas 12, aku masuk rumah sakit.. Dan fix... Sampe kuliah semester 5... Aku harus bolak balik rumah sakit. Yang tadinya berat badanku mencapai 50kg, sekarang tinggal 38 kg. Oh my god... 😂

Hingga akhirnya perjalanan menuntunku bertemu pada titik bahwa aku harus menyandang nama NABILA CAHYANI.

Ah, sebenarnya aku cukup terkejut. Tapi tak apa... Hingga aku bisa menerima nama yang bagiku adalah nama baruku pada hari Rabu, 16 Maret 2017 ba'da sholat isya. NABILA CAHYANI. dengan identitas yang sama ya...

Dan akhirnya aku mulai terbiasa dengan nama NABILA.
Meskipun diseluruh data data kewarganegaraanku adalah tetap lisna cahyani. Karena teman-teman pasti tau sendirikan ya..

Akan ribet ngurus perubahan nama akte.. Kartu keluarga.. Ijazah... Dll nya itu..
Jadi yang bisa di rubah cuma nama panggilan dan beberapa sosmed.
Bahkan blog dan email aku masih tetep kok pake lisna cahyani.. Hehe..

Yes.. Begitulah ...
Akhirnya nabila cahyani terlahir kembali..
Didiriku. Semoga nama dengan arti yang luar biasa ini bisa menjadi doa ... Aamiin..

Ohya, untuk temen-temen yang tanya sosmedku sekarang namanya apa, temen2 bisa cek ya..


Fb @nabila cahyani
Ig @nabilacahyani10

Karena twitter aku lupa pasword jadi ga bisa open twitter ya hehe..

Oke deh itu tadi sedikit info mengenai nama aku..
Yang mau tanya-tanya juga boleh tentang apa aja..
Kalau aku bisa atau tau aku pasti jawab kok... Kalau gatau juga aku jawab gatau hehe..

Selamat beraktivitas semuanya..
See you..

Malam

Malam..
Kembali mengajakku
Berkelana jauh...
Menapaki medan khayal..
Saat ku coba menelusuri medan itu..
Dadaku semakin sesak..

Akhirnya kuputuskan untuk memisahkan diri
Dari alunan khayal tak pasti..
Perlahan..
Kubuka tirai-tirai jendela kamarku..
Kulihat keemasan mahkota masjid...

Diantara gelap malam..
Kutersadar di tengah malam....
Yang tetap membawaku
Mengarungi kerinduan
Entah sampai kapan..

Namun aku masih bisa memelukmu..
Melalui tinta-tinta diatas kertasku..
Mengagumimu..
Lewat kata lirih disepertiga malam..
Karena untuk meminta..
Akupun tak berhak mengatakannya pada Tuhanku..
Biarlah...
Kau tersimpan dalam bingkai diatas sajadah..
Lalu akan terlipat rapi
Tanpa siapapun tau..

Yang terpenting adalah..
Hatimu, selalu disini..
Dijiwaku...

Negeri Mashur

INDONESIA
Kau tau, bagaimana negeri itu?
Benar sekali!
Ia adalah negara kaya raya nan mashur..
Kau bisa menemukan apapun disini..
Apapun yang kau inginkan..
Segala hal yang kau butuhkan..
Ia tidak akan habis, tidak akan hilang..
Ia tetap negeri kaya dengan segala keindahannya...

Kau tau..
Dari lahir aku telah di Negeri mashur ini..
Bahkan kata orang-orang...
Negeri ini telah ada jauh sebelum aku lahir..
Lengkap dengan segalanya, termasuk juga dengan semua perbedaannya..
Katanya, dulu terjadi penjajahan...
Terjadi peperangan...
Yang menumpah ruahkan darah...
Untuk memerdekakn negeri indah ini..
Dan kemudian negeri ini penuh dengan perdamaian...
Saling berdampingan..
Begitu indah nya...
Banyak ras, suku, adat, agama, dan segala hal disini..
Tetapi dapat berdampingan berbalut toleransi...

Apakah kau juga mendengar cerita tentang negeri ini?
Aku rasa, kaupun mulai jatuh cinta padanya.
Ya.. Bahkan dari kecil aku mencintainya..
Aku berlari kecil menikmati damainya...
Aku tersenyum menyaksikan tanah ini...
Yang semakin kokoh karena diinjak perbedaan...
Aku bangga menyaksikan 2 warna berkibar..
Sebagai pemersatu bangsa..
Bhineka tunggal ika, begitu yang ku percayai..

Waktu terus berlalu, berlalu dari masa kecilku..
Hingga aku terhenti...
Terhenti dari larian kecilku..
Bahkan senyumku.

Kau tau,,
Sepertinya negeriku tengah berduka..
Sepertinya ia tengah teriris pedih..

Kau tau..
Terjadi perbedaan yang tidak seperti biasanya..
Ah...
Sayup-sayup mulai terdengar..
Anak kecil mulai bertanya kepada orangtuanya..
"Mengapa membela, mengapa tidak membela...?"
Dan sialnya...
Bahkan orangtua menjawab dengan jawaban yang kurang tepat..
Yang dapat memicu kebencian diri anak..

Aku hanya mampu tertunduk!
Apakah kau masih ingat kata pertama tulisan ini?
Ya.. INDONESIA
Aku begitu merindukan masa-masa indah..
Indonesia jaya!
Ingin rasanya kuhapus pemicu kerisauan itu..
Agar dapat terasa.. Damainya perbedaan itu berdampingan..
Namun apa dayaku..
Aku bukan apa-apa..
Aku bukan siapa-siapa..
Bahkan ini, adalah warisan bagiku..
Agamaku, suku-ku, adatku...
Dan apa yang ada adalah warisan dari orangtuaku...

Apa yang bisa ku paksakan dari orang lain?

Itulah yang aku yakini..
Itu pula yang mereka yakini...

Jangan ada lagi perpecahan..
Jangan ada lagi permusuhan..
Jangan ada lagi saling maki, saling menghakimi...
Jangan mencela..

Mari sama-sama kita balut perbedaan yang ada dengan pengikat bangsa...
Pancasila..

Negeri yang mashur ini, yang telah tercipta dengan segala keberagamannya...
Akan semakin indah...

Akan indah jika kita semua bisa bersama..
Damailah INDONESIAKU!

Minggu, 30 April 2017

Hancur



Hancur
            Tema: Bukan Kita
Ciptaan : Lisna Cahyani

Perlahan, dengan keyakinan
Mulai kudekap embun yang kau sajikan
Berlalu dari duniaku lalu melebur dalam duniamu
Manis bahagia ini seolah membelenggu jiwaku
Seakan memenjarakanku dalam tawa
Hingga membawaku jauh, larut bersamamu
Dan menjadikan kau satu-satunya harapku
Mematri berjuta angan untuk berlayar bersamamu
Mengarungi bahtera cinta untuk selamanya

Waktu terus mengalir
Hingga suatu masa
Tak kusangka
Aku terdampar disudut skenario hidupmu
Dalam lemas aku terpejam
Pucat pasi bibir bergetar
Kuremas jari ini, kukepal menahan gelora jiwa

Semuanya terasa gulita!
Bunga mekar itu telah tertunduk layu
Manis itu, lembut dan kebahagiaan itu
Sirna tak berbekas
Seiring dengan goresan luka yang kau torehkan
Selaras dengan seluruh angan yang kau hancurkan
Menghempaskanku dalam alam gelap tak berbintang

Lenyap sudah hidupku, duniaku…
Hancur sudah harapku, keyakinanku….
Saat kau dekap ia, disini..
Kala aku tengah tertunduk disudut tak berwarna
Ketika aku belum membersihkan serpihan hatiku
Yang telah kau hancurkan tanpa pesan

Minggu, 23 April 2017

Hadirlah



Sebait demi sebait
Melodi putih itu mulai tersingkir
Menapaki hijaunya dedaunan
Tertitik pada ujung nirwana
Namun sayang..
Kau tak kunjung tiba
Hangatmu tak segera memelukku
Hatiku mulai cemas
Jika kau tak datang hari ini..
Bagaimana aku akan memulai hariku
Dengan apa aku akan tersenyum
Sedang, indahnya embun telah beranjak
Sejuknya benang salju telah pergi
Jangan menunda lagi untuk datang
Karena hari ini...
Akan ku ukir nuansa yang lebih indah
Dengan tirai-tirai bahagia
Kemarilah..
Datanglah...
Muncullah..
Mentariku...

Selamat pagi 😊🙏
Sajakku

Harusnya Aku

Arloji terus mengitari angka demi angka
Aku masih belum paham, bagaimana tentang tersenyum
Bagaimana aku, menenangkan nadi yang bergejolak ini
Yang menghentikan separuh nafasku
Kala pena telah tumpul kehilangan tintanya
Kertas pun tak memiliki ruas lagi untukku
Saat tiada yang dapat lagi ditumpahkan
Karena semuanya terasa telah lekat dengan angan

Kudengar...
Tidak hanya senja yang membisikkan
Tak hanya fajar yang menyampaikan dengan merdu
Bahkan malam dan benderangnya siangpun
Memberikan isyarat bahwa aku...
Aku harus segera merubah caraku tersenyum

Mengapa aku tidak bisa mempercayai nirwana
Mengapa aku tidak ingin meyakini bahwa sesuatu itu tidak mungkin sama
Mengapa masih tidak yakin bahwa pelangipun hadir setelah terjatuhnya air
Mengapa masih tidak dapat tersenyum oleh indahnya mega

Padahal, itu tidak perlu
Karena sebenarnya aku..
Hanya perlu tersenyum lalu menumpahkan seluruhnya padamu
Menguraikan ceritaku
Agar tenang hatiku
Lalu dapat tersenyum bersama kupu-kupu

Jumat, 14 April 2017

ujung jalan

Merengkuh...
Embun yang membalut nirwana gelap kala itu
Menggenggam..
Rintik salju yang tak kunjung mencair
Membeku...
Membangkitkan belenggu pilu

Kala itu...
Bintang pun seolah sendu
Memperhatikan betapa hinanya aku

Kala itu...
Mega seolah murka
Menatap betapa lalainya jiwa

Kemudian merasa seolah begitu suci
Berfikir seolah bersih tak berdebu
Senantiasa mendongakkan hati
Tanpa tersadar bahwa diri ini
Tidak lebih hanya tertunduk diujung jalan
Berlumur dosa, penuh noda
Dan bahkan tiada berisi

Sadarlah wahai hati
Inilah saatnya kau harus berdiri lalu berlari untuk berbenah diri!